Peranan Spesialis Saraf

Peranan Spesialis Saraf - Nyeri memang sebuah entitas yang sangat kompleks. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa nyeri memberi dampak yang sangat luas, dan dibutuhkan penanganan multidisipliner. Timbul pertanyaan, sejauh mana peranan spesialis saraf ? Nyeri yang tidak tertangani dengan baik menyebabkan penderitaan, disabilitas, dan depresi. Seluruh dokter, termasuk spesialis saraf, mempunyai tugas etis untuk mengatasi nyeri dan penderitaan. Spesialis saraf harus melakukan evaluasi dan tatalaksana adekuat untuk pasien dengan nyeri kronik, secara personal, merujuk, atau dalam satu tim kerja.

Spesialis saraf mempunyai tanggung jawab terhadap pasien nyeri sehubungan dengan keahliannya dalam pemeriksaan neurologis dan interpretasinya, termasuk pemeriksaan penunjang spesifik, dan dasar terpenting adalah sistem saraf memegang peranan penting dalam persepsi dan mediasi nyeri. Spesialis saraf selayaknya mempunyai kemampuan untuk mengukur nyeri dan dampaknya pada pasien. Konsep lama yang menyatakan bahwa nyeri hanya bisa dirasakan atau dilaporkan oleh penderita (subjektif) hendaknya mulai ditinggalkan karena saat ini, demi penanganan nyeri yang adekuat, kita harus bisa menerjemahkan keluhan subjektif itu ke hal yang objektif, dapat diukur, dalam berbagai aspek, supaya kita mengerti apa yang harus kita lakukan, demi supaya pasien mendapatkan yang terbaik. Field mengungkapkan pentingnya assessment nyeri dengan ungkapan “if you don’t measure it, you can’t improve it”. (Yudiyanta & Meliala, 2008). Follow up neurologis sering memegang peranan penting dalam memonitor terapi. Spesialis saraf mempunyai keahlian dalam pemberian terapi farmaka yang cukup rumit, termasuk dalam kasus nyeri.

American Academy of Neurology (AAN) menyatakan bahwa sejumlah Spesialis Saraf di negara itu menghindar atau tidak bersedia mengobati pasien nyeri kronik sehubungan dengan tidak adekuatnya pelatihan/pendidikan dalam hal diagnostik, ketidaktahuan akan metode terapi nyeri dan pengukuran outcome, keterbatasan waktu, kurangnya dukungan multidisipliner, keterbatasan kompensasi, atau masalah medikolegal lainnya. Mempertimbangkan pentingnya penanganan nyeri, sejak 1997 AAN telah merekomendasikan bahwa Assessment nyeri yang baik, dan edukasi pasien termasuk dalam bidang penilaian akreditasi rumah sakit di Amerika. AAN merumuskan kewajiban etik seorang Spesialis Saraf dalam penanganan nyeri kronik non kanker (termasuk sefalgia, fibromialgia, neuropati, sindroma “failed back”, dan "Chronic Regional Pain Syndrome”) sebagai berikut (AAN, 2001):

1. Mempunyai pengetahuan adekuat tentang nyeri kronik dan kompeten dalam pendekatan manajemen efektif, termasuk terapi farmakologis, termasuk opioid, dan terapi lainnya.
2. Memastikan bahwa pasien nyeri kronik non kanker menjalani evaluasi diagnostik adekuat untuk masalah medik maupun psikologis
3. Mempertimbangkan riwayat pribadi pasien terkait masalah medis, dan sosial, dengan perhatian pada kondisi komorbid dan riwayat pengobatan yang mungkin memperberat penyakit atau risiko dari terapi tertentu
4. Mempertimbangkan metode analgesia alternatif
5. Memonitor efek samping dan efektivitas analgesia serta status kognitif dan psikologis pasien, dan waspada terhadap kemungkinan penyalahgunaan obat
6. Menyimpan catatan lengkap tentang indikasi terapi, peresepan, dan outcome terapeutik dalam setiap kunjungan pasien sambil tetap menjaga kerahasiaan pasien
7. Merujuk kepada ahli yang sesuai, atau program multidisipliner atau bentuk lain pelayanan kesehatan tersier untuk penangan lebih lanjut bila diperlukan.

Referensi :
1. American Academy of Neurology, 2001. Ethical consideration for neurologist in the management of chronic pain, Neurology; 57:2166-2177.
2. Yudiyanta, Meliala, L. 2008, Assessment Nyeri. Dalam: Meliala, L., Suryamiharja, A., Wirawan, R.B., Sadeli, H.A., Amir, D. (ed). Nyeri Neuropatik. Medikagama Press, Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment