Efek Rokok Terhadap Sistim Saraf

Efek Rokok Terhadap Sistim Saraf - Diantara zat kimia dalam rokok yang penting dan telah banyak diketahui berkaitan dengan penyakit adalah tar, benzene, karbon monoksida, nikotin (Tambunan dkk., 1987). Disamping tar yang telah diketahui sejak tahun 1950 sebagai penyebab kanker paru, dua komponen utama yang terkandung dalam rokok adalah karbon monoksida dan nikotin yang berperan pada penyakit kardio dan serebrovaskular (Benowitz, 1996 dan Rasyid, 1984).

Merokok dapat diidentikkan dengan pemberian nikotin. Penelitian klinis oleh Wilson et al, (1995) dan White et al, (1999), menunjukkan pemberian nikotin pada kasus demensia hasilnya menggembirakan. Penelitian histopatologi mendukung penelitian tersebut, didapatkan tingginya afinitas ikatan nikotin di daerah thalamus dan basal ganglia, diikuti hippocampus, frontal temporal dan korteks parietal, dan rendah di globus pallidus dan cerebellum, ini adalah tempat-tempat proses kognisi dan memori (Benwell et al., 1998). Penelitian lain membandingkan antara jumlah masukan nikotin dengan jumlah reseptor nikotinik di hipokampus dan thalamus berbeda antara mantan dan perokok tetap, pada mantan perokok level reseptor nikotin pada regio ini menurun dibanding perokok tetap (Breese et al., 1997). Ini mengindikasikan bahwa dengan berhenti merokok menginduksi reseptor nikotinik secara reversibel setelah berhenti. Pada uji klinis terhadap binatang dan manusia, dengan penghambatan reseptor nikotinik di otak, oleh nikotinik antagonis seperti mecamylamine mengakibatkan terjadi gangguan memori dan penampilan aspek kognitif (Decker & Brioni, 1988; Grundman, 2000).

Efek nikotin menginduksi eksitasi noradrenalin neuron dan meningkatkan pelepasan katekolamin yakni sejenis hormon yang bekerja memacu sistim aliran darah (Hajos dan Engberg, 1988) dan noradrenalin diperkirakan berkontribusi untuk meningkatkan kognisi dan memori (Mitchel et al., 1992). Semakin tinggi kadar nikotin di dalam darah, maka akan semakin hebat pula rangsangannya terhadap postsinaptik di reseptor nikotinik (Picciotto et al., 1998), dengan kata lain merokok akan menghambat proses gangguan kognisi dan memori. Atas dasar inilah beberapa penelitian dilakukan untuk lebih mempertajam pengetahuan tentang pengaruh nikotin terhadap susunan saraf sentral.

Nikotin dikenal dengan nama kimia Beta Pyridil Alfa N methyl pyrolidine merupakan senyawa kimia amine tersier yang tersusun atas cincin pyridine dan pyrolidine. Zat ini pertama kali diperkenalkan oleh Nicot de Villeman pada tahun 1530 dari ekstraksi tumbuhan Nocotiana Tobacco dari genus Solanaceus sejenis tanaman asli di hutan tropis Amerika (Benowitz, 1996).

Mengisap sebatang rokok putih berarti mengkonsumsi 2-3 miligram nikotin. Apabila asapnya tidak dihisap, maka nikotin yang terhisap adalah 1-2 mg. Bagi seseorang yang tidak biasa merokok, kadar 1-2 mg dari nikotin tersebut sudah sangat menimbulkan gangguan berupa pusing dan sakit kepala, mual, muntah, bahkan merasa sakit pada daerah lambung. Dosis nikotin berefek 0,75-1,5 mg pada terminal striatal nikotinik dan dopaminergik, untuk dosis 0,75- 1,5 mg/hari berefek stimulus, sedangkan dosis 3-30 mg/hari berefek merusak yaitu terjadi degenerasi sel neuron. Kandungan nikotin dalam satu batang rokok 0,3-1,3 mg. Pengaruh lainnya dari zat nikotin tersebut adalah menaikan tekanan darah serta mempercepat denyut jantung yang berakibatkan semakin beratnya beban kerja jantung. Nikotin dalam asap rokok juga merupakan penyebab ketagihan merokok (Wildan, 2002).

Nikotin merupakan agonis dari reseptor nikotinik pada ganglion autonom dan neuromuscular junction, namun demikian efek ini tergantung dosis dan cara pemberiannya (Robertson et al., 1988). Efek hormonal dari nikotin berupa peningkatan sekresi vasopresin, hormon adrenokortikotropik dan gastrin dalam darah. Hal ini disebabkan karena nikotin berefek simpatomimetik (Joseph et al., 1995). Nikotin menyebabkan sedasi system saraf pusat. Pada awalnya, dalam jumlah sedikit nikotin mengurangi anxietas. Nikotin diabsorpsi dari asap tembakau di paru. Melalui pemakaian yang rutin, kadar nikotin terakumulasi di tubuh sehingga perokok akan terkena efek nikotin selama 24 jam setiap hari. Nikotin berefek pada suasana hati seperti halnya pada jantung, paru, lambung, neurotransmiter, dan system saraf simpatik. Efek jangka pendek merokok mengakibatkan berkeringat, mual mutah, iritasi tenggorok . selanjutnya keadaan lebih serius bisa timbul yaitu peningkatan denyut jantung dan tekanan darah serta kanker paru.

Mekanisme nikotin dalam mempengaruhi neurotransmitter di susunan saraf pusat adalah melalui ikatan dengan reseptor cholinergic yang selanjutnya memicu pelepasan dopamine. Pelepasan Dopamin ini berpengaruh pada suasana hati dan nafsu makan. Pada susunan saraf tepi nikotin berpengaruh pada pelepasan catecholamines, adrenaline dan noradrenaline. Pelepasan catecholamine mempunyai efek penting pada fungsi jantung, kekakuan pembuluh darah dan metabolisme lemak (Carr et al., 2000).

Nikotin dalam rokok akan beraksi di otak 10 detik setelah menghisap rokok. Nikotin berikatan dengan reseptor nikotinik yang akan memfasilitasi pelepasan neurotransmitter noradrenergik di locus ceroleus, proses itu penting dalam fungsi kognitif, memori, kewaspadaan dan menurunkan nafsu makan (Svensson et al., 2000). Menurut Decker & Brioni (1997) : (1) keterlibatan neurotransmiter kolinergik pada fungsi kognitif telah terbukti pada percobaan hewan dan manusia, (2) pada demensia maupun penyakit Alzheimer, stimulasi nAChR menghasilkan neurotransmitter dalam jumlah yang lebih rendah, termasuk asetilkolin sendiri, (3) mekanisme nikotinik berpartisipasi dalam kontrol neurogenik terhadap aliran darah otak yang melemah pada demensia maupun penyakit Alzheimer, (4) kemungkinan adanya kemampuan neuroprotektif bahan nikotinik didukung dengan data in vitro dan in vivo serta pengamatan klinis, bahwa pemakaian jangka panjang (merokok) berkorelasi negatif dengan resiko demensia maupun penyakit Alzheimer, (5) berbagai sub-tipe nAChR telah ditemukan di otak, ganglia, sambungan neuromuskular, hingga memungkinkan pengembangan obat yang lebih selektif dan aman dibanding dengan nikotinik sendiri.

Merokok secara signifikan juga sebagai sumber karbon monoksida (CO) (Varon, 1997). Dengan terisapnya CO ketika merokok, maka akan terjadi absorbsi di saluran nafas ke dalam pembuluh darah. CO akan berikatan dengan hemoglobin (Hb), ikatan yang dibentuk mempunyai kekuatan 200-230 kali daripada oksigen, dengan demikian lebih cepat menimbulkan konsentrasi toksik dalam pembuluh darah (Rodkey et al., 1974). Kajian Shochat dan Luchesi, (2001) batas CO mencapai 100 ppm menghasilkan HbCO 16% yang cukup menimbulkan gejala klinis, kemungkinan efek yang ditimbulkan bisa berupa :
  • Penurunan kapasitas untuk membawa oksigen oleh darah.
  • Terjadi perbahan disosiasi karakteristik oksihemoglobin, yang akhirnya terjadi penurunan penyampaian oksigen ke jaringan, terutama otak dan jantung.
  • Penurunan respirasi tingkat seluler oleh karena terganggunya sitokrom a3.
Setelah terjadi hipoksia jaringan otak, selanjutnya menimbulkan efek cedera pada otak oleh karena gangguan perfusi, hal ini memacu radikal bebas dan unsur-unsur peradangan, selanjutnya terjadi kematian jaringan otak (Okeda et al., 1989). Bersamaan dengan itu, CO juga menimbulkan lipid peroksidasi yang mempercepat kerusakan jaringan otak (Thom, 1990).

Jalur Skema Efek Rokok di Otak
Jalur Skema Efek Rokok di Otak


Hipotesa mechanism of action dari nikotin juga melibatkan pelepasan dari neurotransmitter (norepinefrin, dopamin, serotonin, GABA, glutamat) melalui stimulasi dari presinap reseptor nkotinik (Norberg, 1999).

Nikotin berefek pervasif pada kimia neuron otak. Mengaktivasi nicotinic acethylcoline receptors (nAchRs) yang tersebar di otak dan menginduksi pelepasan dopamin di nukleus accumben. Efek ini identik dengan penyalahgunaan narkoba dan dianggap sebagai mekanisme penyebab adiksi di otak, terlihat seperti gambar di bawah.

Jalur adiksi nikotin di otak
Jalur adiksi nikotin di otak

Jarvis (2004) mengutarakan nikotin merupakan stimulan psikomotor, pada pengkonsumsi jangka pendek akan mempercepat reaksi dan meningkatkan performa pada pekerjaan yang membutuhkan perhatian, tetapi pada konsumsi jangka panjang akan mengakibatkan penurunan performa dan proses kognitif serta mood yang tidak disadari oleh perokok tersebut.

Referensi :
  1. Benowitz, NL., 1996. Pharmacology of Nicotine : Addiction and Therapeutics. Ann Rev Pharmacology Toxicology, 36 : 597 – 613.
  2. Benwell M.E., alfour D.J. and Anderson J.M. 1998. Evidence that tobacco smoking increase the density of [3H]nicotine binding sites in human brain. Journal of Neurochemistry, Vol 50: 1243-1247.
  3. Breese C.R., Marks M.J., Logel J.L., Adams C.E., Sullivan B., Collins A.C., and Leonard S. 1997. Effect of Smoking History on [3H]Nicotine Binding in Human Postmortem Brain. JPET. 282:7-13,1997.
  4. Decker, M.S., Brioni, J.D., 1997. Neuronal Nicotinic Receptors: Potential Treatment of Alzheimer Disease with Novel Cholinergic Channel Modulators. Pharmacological Treatment of Alzheimer’s Disease. Chap.19., pp.433-459, Wiley-Liss, New York.
  5. Grundman, M., Thal, L.J., 2000. Treatment of Alzheimer’s Disease: Rationale and Strategies. Neurology Clinics, 18 (4), 807-828.
  6. Hajos, M., Engberg, G., 1988. Role of primary sensory neurons in the central effects of nicotine. Psychopharmacol, 94:468-470
  7. Jarvis, M.J., 2004. Why People Smoke. BMJ vol. 328
  8. Joseph, A.M., Norman, S.M., Ferry, L.H., Prochazka, A.V., westman, E.C. Steele, B.G. 1996. The Savety of Transdermal Nicotine as an Aid to Smoking Cessation in Patients with Cardiac Disease. The New England Journal of Medicine; 335 : 1792 – 1798.
  9. Mitchell S.N., Smith K.M., Joseph M.H and Gray J.A., 1997. Acute and chronic effects of nicotine on catecholamine synthesis and release in the rat central nervous system. In: The biology of nicotine: Current Research Issues (PM Lippiello, AC Collins, JA Gray and JH Robinson, eds.) Raven Press, New York: 98-119.
  10. Picciotto M.R., Zoli. M.,Rimondini R., Lena C., Marubio L.M., Pich EM., Fuxe K and Changeux J.P., 1998. Acetylcholine receptors containing the beta2 subunit are involved in the reinforcing properties of nicotine. Nature, 391:173-177.
  11. Rasyid,R. 1984. Paru sehat pembangunan meningkat, Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 34. No. 9 : 556 – 559.
  12. Robertson D., Tseng C,J., Appalsamy M. 1988. Smoking and Mecanisms of Cardiovascular Control. Am Heart J : 115 : 258.
  13. Shochat, M., Lucchesi, M., 2000. Toxicity, Carbon Monoxide. eMedicine Journal,Volume 2, Number 5.
  14. Svensson, T.H., 2000. Dysfunctional Brain Dopamine Systems Induced by Psychotomimetic NMDA Receptor Antagonists and The Effects of Antipsychotic Drugs. Brain Res. Rev. 31 (2-3):320-329.
  15. Tambunan, KL., Haryanto, R., Zubairi, D., Abidin, W., 1987. Konsep Mutakhir Hemoreologi. Dalam : Naskah Lengkap Forum Diskusi Ilmiah Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta.
  16. Thom, S.R., 1990. Carbon Monoxide-mediated Brain Lipid Peroxidation in The Rat. J Appl Physiol;68: 997-1003.
  17. Wildan Asfan. 2002. Lingkungan Kerja Tanpa Rokok ( Dalam Rangka Hari Tembakau Sedunia ). Kompas.
  18. Wilson, A.L. 1995. Nicotine patches in alzheimer’s disease: pilot study on learning, memory, and safety. Pharmacol Biochem Behav; 51:509-14.

No comments:

Post a Comment