Diagnosis Gangguan Kognitif

Diagnosis Gangguan Kognitif - Pemeriksaan neuropsikologi masih merupakan kunci utama untuk menentukan adanya defisit kognitif. Penilaian fungsi kognitif meliputi lima bagian pokok yaitu atensi, bahasa, memori, visual ruang dan fungsi eksekutif. Atensi adalah kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) dan mempertahankan perhatian pada suatu masalah. Atensi memungkinkan seseorang untuk menyeleksi aliran stimulus eksogen dan endogen yang mengaliri otak yang dianggap perlu dari hal-hal yang perlu diabaikan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan observasi apakah perhatian pasien mudah terpengaruh oleh benda di sekitarnya, salah satu cara pemeriksaannya adalah dengan menyuruh pasien menghitung mundur mulai dari angka 20 (D’Esposito, 1999 cit Setyopranoto dkk., 2000).

Bahasa dapat dinilai dari kelancarannya, bicara spontan, komprehensi, repetisi dan penamaan. Bicara spontan dapat dinilai pada waktu wawancara bagaimana kelancaran bicaranya, berputar-putar atau kesulitan mencari kata-kata. Komprehensi dapat dinilai dengan menyuruh pasien melakukan perintah-perintah atau menjawab pertanyaan. Gangguan komprehensi menunjukkan adanya disfungsi lobus temporalis posterior atau korteks lobus parietotemporal (D’Esposito, 1999 cit Setyopranoto dkk., 2000).

Pada pemeriksaan visual ruang, pasien disuruh menggambar obyek atau menyalin gambar geometris. Adanya gangguan visual ruang menunjukkan lesi vikal otak di hemisfer posterior. Memori adalah kemampuan untuk mempelajari informasi, mempertahankan, menyimpan dan memanggil kembali suatu informasi. Pemeriksaan fungsi memori dapat dilakukan dengan menilai orientasi tempat dan waktu, atau menilai kemampuan recall. Gangguan fungsi semantik adalah jika pasien tidak bisa menjawab fakta-fakta secara umum, misalnya dalam satu minggu ada berapa hari.

Adanya gangguan memori verbal berarti kerusakan pada hemisfer kiri, sedangkan gangguan memori visual menunjukkan adanya kerusakan pada hemisfer kanan. Gangguan memori recall dan rekognisi berhubungan dengan atrofi lobus temporalis mesial dan talamus (Stout, 1999 cit Setyopranoto dkk., 2000).

Fungsi eksekutif terdiri dari pemecahan masalah, pemikiran, abstrak, kalkulasi, dan mengamdil keputusan. Pemeriksaan fungsi eksekutif dapat dilakukan dengan cara pasien disuruh membedakan hal-hal yang mirip misalnya mobil dengan kereta, menginterpretasikan peribahasa, atau menjawab pertanyaan (Sturb, 1997 cit Setyopranoto dkk., 2000).

Pemeriksaan status mental singkat yang telah terstandardisasi bertujuan untuk mengkristalkan pemeriksaan fungsi-fungsi kognitif kompleks melalui satu atau dua pertanyaan. Salah satu pemeriksaan mental mini yang cukup populer adalah tes Mini Mental State Examination (MMSE) yang diperkenalkan oleh Folstein (1971). MMSE digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang/individu, mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor respon terhadap pengobatan (Turana, 2004).

MMSE sangat reliabel untuk menilai gangguan fungsi kognitif dan dapat digunakan secara luas sebagai pemeriksaan yang sederhana untuk penapisan adanya gangguan fungsi kognitif. MMSE berisi 11 item pertanyaan dan perintah meliputi orientasi waktu, tempat, ingatan segera, memori jangka pendek, dan kemampuan pengurangan serial atau membaca terbalik (Folstein, 1993 cit Setyopranoto dkk., 2000).

Nilai MMSE dipengaruhi dipengaruhi oleh faktor sosiodemografik, behavior dan lingkungan. MMSE menilai fungsi-fungsi kognitif secar kuantitatif dengan skor maksimal adalah 30. Berdasarkan skor atau nilai tersebut, status kognitif pasien dapat digolongkan menjadi 3 yaitu status kognitif normal (nilai 24-30), probable gangguan kognitif (nilai 17-23) dan definite gangguan kognitif (nilai 0-16). Pada penelitian ini, gangguan kognitif ditegakkan bila didapatkan nilai MMSE 0-23, yaitu meliputi kriteria probable dan definite gangguan kognitif (Dikot & Ong, 2007).

Yani dkk., (2005) menguraikan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan untuk menilai reliabilitas MMSE, antara lain adalah penelitian oleh Fillenbaum et al., (1990) dengan nilai Kappa = 0,89., Tatemichi et al., (1994) dengan nilai Kappa = 0,96., dan Poungvarrin et al., (1994) dengan nilai Kappa = 0,94. Pada penelitian kesepakatan penilaian MMSE oleh Setyopranoto dan Lamsudin (1999), didapatkan nilai Kappa = 0,98 dengan tingkat kemaknaan yang tinggi yaitu p<0,0001.

Referensi :
1. Dikot, Y., & Ong, PA., 2007. Diagnosa Dini dan Penatalaksanaan Demensia di Pelayanan Medis Primer. Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI) Cab. Jawa Barat & Asna Dementia Standing Commiitee.
2. Setyopranoto, I., & Lamsudin, R., 1999. Kesepakatan penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada penderita stroke iskemik akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Berkala Neuro Sains vol.1, 1, 73-76.
3. Setyopranoto, I., Lamsudin, R., Dahlan, P., 2000. Peranan stroke iskemik akut terhadap timbulnya gangguan fungsi kognitif di RSUP. Dr. Sardjito, Berkala Neurosains, vol. 2, 1, 227-234.
4. Turana, Y., Mayza, A., Luwempouw S.F., 2004. Pemeriksaan Status Mini Mental pada usia lanjut di Jakarta. Medika, vol. 30, 9, 563-568.

No comments:

Post a Comment