Patofisiologi Cedera Kraniospinal

Patofisiologi Cedera Kraniospinal - Trauma merupakan masalah kesehatan utama dengan konsekuensi sosial ekonomi yang serius (Tolias & Bullock, 2004).

Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 seluruh populasi. Lebih 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75 000 orang meninggal dunia dan lebih 100 000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (York, 2000).

Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. Pusat data nasional cedera medula spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan bahwa ada 10 000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisa komplet akibat akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100 000 penduduk, dengan angka tetraplegia 200 000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis (York, 2000).

Patofisiologi
Trauma kepala dapat menyebabkan kerusakan fokal dan difus. Iskemik, cedera akson difus, hematoma fokal/kontusio dan edema akan terjadi progresif setelah trauma dan akan menyebabkan kematian sel neuron (Tolias & Bullock, 2004).

Medula spinalis dapat mengalami cedera melalui beberapa mekanisme . Cedera primer meliputi satu atau lebih proses dan gaya berikut : kompresi akut, benturan, distraksi, laserasi dan luka tembak. Mekanisme yang paling sering ditemui adalah kombinasi dari benturan akut dan kompresi persisten yang terjadi pada burst fracture atau fraktur dislokasi dengan kompresi persisten pada medula spinalis oleh tulang, diskus, hematom atau kombinasinya (Tator, 1996).

Cedera primer ditimbulkan oleh adanya pengaruh kekuatan dan tekanan langsung terhadap medula spinalis yang mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah kecil intrameduler, menyebabkan perdarahan pada substansia grisea dan mungkin vasospasme. Semua ini akan menyebabkan penurunan kemudian diikuti oleh pengurangan yang serupa pada substansia alba. Akibat selanjutnya akan terjadi iskemik yang memacu peristiwa kaskade biokimia yang menandakan dimulainya proses cedera sekunder (Grover, 2001).

Cedera sekunder merupakan tahapaan lanjut dari kerusakan otak dan medula spinalis yang muncul dalam beberapa menit hingga berjam-jam setelah cedera primer (Seidl, 1999; Grover, 2001).

Eksitotoksik
Pada penelitian in vitro keadan iskemik fokal (kekurangan oksigen dan glukose) menyebabkan metabolisme anaerob dengan peningkatan sel glikolisis, produksi laktat, membran ion homeostasis terganggu, pelepasan eksitotoksik  terutama glutama), edema sel, calsium maasuk dalam sel.

Kepustakaan:
Grover, VK., Tewari, MK., Gupta, SK., Kumar, KV., 2001. Anestetic and Intensive Care Aspect of Spinal Cord Injury. Neurol India; 49 :11-18.

Seidl, EC., 1999. Promising Pharmacological Agents in the Management of Acute Spinal Cord Injury. Crit Care Nurs Q; 22(2): 44-50.

Tator, CH., 1996. Pathophysiology and pathology of spinal cord injury in Wilkins, RH & Rengachary S. S (eds) : Neurosurgery ed 2 pp : 2847-2859, McGraw-Hill New York.

Tolias, CM & Bullock, MR., 2004. Critical Appraisal of Neuroprotection Trials in Head Injury : What Have We Learned?. The Journal of the American Society for Experimental Neuro Therapeutics; Vol 1: 71-79.

York, JE., 2000. Approach to The Patient With Acute Nervous System Trauma, Best Practice of Medicine, September 2000.

No comments:

Post a Comment