Mekanisme sensitisasi perifer - Setelah terjadinya cedera saraf tepi, dilepaskanlah beberapa mediator kimiawi dari sel yang mengalami kerusakan dan sel-sel inflamatorik (sel mast, dan limfosit). Mediator kimiawi yang dimaksud diantaranya noradrenalin, bradikinin, histamin, prostaglandin, kalium, sitokin, 5HT, dan neuropeptida. Mediator-mediator ini akan mensensitisasi nosiseptor dan selanjutnya menambah input neural. Hal ini menyebabkan perubahan pada jumlah dan lokasi saluran ion, terutama saluran ion natrium pada serabut saraf yang rusak bersamaan dengan ganglion radiks dorsalis. Sebagai hasil, ambang depolarisasi akan menurun dan discharge spontan yang dikenal juga sebagai ectopic discharge akan terjadi. Akibatnya respons nosiseptor terhadap stimulus termal dan mekanikan akan meningkat, sebuah fenomena yang dikenal dengan sensitisasi perifer. Pada beberapa proses penyakit tertentu seperti demielinisasi akibat berkurangnya suplai darah ke saraf tepi dapat pula mengakibatkan ectopic discharge.
Pada kondisi normal, serabut saraf yang satu terpisah dengan serabut yang lain. Tetapi, aktivitas neural persisten dan perubahan yang terjadi akibat kerusakan dapat menimbulkan hubungan elektrikal yang dimediasi mediator kimiawi antar serabut saraf. Transmisi ini, dikenal sebagai ephaptic conduction/cross excitation/cross talk, akan menyebabkan bangkitan nyeri dari serabut saraf normal dan menimbulkan nyeri Hiperalgesia (meningkatnya sensasi nyeri pada stimulus yang secara normal menimbulkan nyeri) sering terlihat pada pasien dengan nyeri. Diperkirakan proses sensitisasi perifer, yang dimediasi oleh serabut C bertanggung jawab pada mekanisme terjadinya hiperalgesia. Terkadang bermanifestasi sebagai nyeri spontan. Sensasi nyeri seperti terbakar (burning sensation) merupakan akibat dari discharge kontinu serabut C, sementara disestesia (perasaan tak nyaman abnormal) dan parestesia dapat terjadi akibat discharge spontan serabut Aδ atau Aβ.
Mekanisme perifer lainnya adalah symphatetic sensory coupling, suatu kondisi dimana nyeri neuropatik berkaitan dengan sistem saraf simpatis (misalnya pada Complex Regional Pain Syndrome). Hal ini sering juga disebut Symphatetic Maintained Pain. Koneksi abnormal sistem saraf simpatis dengan sistem saraf sensorik diperkirakan melatarbelakangi kondisi ini (Pasero, 2004).
Dalam mekanisme sensitisasi perifer proses yang paling berperan adalah aktivitas ektopik (AE). Terdapat dua tempat munculnya AE yaitu:
1. Neuroma atau serabut saraf yang mengalami lesi misalnya akibat kompresi
2. Neuron di gangglion radiks dorsalis dari serabut saraf yang mengalami lesi
AE menimbulkan NN melalui:
1. Aliran impuls yang abnormal ke sistem saraf pusat (SSP) yang langsung dapat menimbulkan gejala parestesia, disestesia dan nyeri misalnya:
a. Aktivitas yang dijalankan melalui serabut saraf C menimbulkan timbulnya persepsi panas (burning pain).
b. Aktivitas spontan yang intermitten di serabut Aδ atau Aβ menyebabkan nyeri seperti ditikan (lancinating) disestesia atau parestesia.
2. Adanya saluran-saluran baru di daerah lesi (neuroma, lokasi lesi, ganglion radiks dorsalis) menyebabkan timbulnya reseptor-reseptor yang sensitif terhadap impuls mekanikal, termal atau kemikal. Kumpulan reseptor ektopik ini menyebabkan terjadinya hiperalgesia, misalnya ketukan ringan di lokasi ektopik dapat menimbulkan nyeri seperti pada sindroma terowongan karpal (tanda Tinel). Stres menyebabkan nyeri memberat karena katekolamin yang mengaktivasi reseptor adrenergik.
3. AE menyebabkan sensitisasi sentral sebagai penyebab utama hiperalgesia dan alodinia.
Referensi :
1. Pasero, C., 2004. Pathophysiology of neuropathic pain, Pain Management Nursing; 5(4):3-8.
No comments:
Post a Comment